Jurnal Ekonomi Balance Ekonomi Dan Bisnis

ANALISIS PEMBIAYAAN USAHA NELAYAN SKALA KECIL OLEH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH.
Tujuan penelitian adalah mengetahui fenomena pembiayaan nelayan skala kecil
di kelurahan Untia serta kesesuaian pembiayaan nelayan skala kecil yang
berasal dari pembiayaan syariah. Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
fenomena pembiayaan yang selama ini nelayan akses melanggar etika pinjam-
meminjam dalam Islam, serta model pembiayaan yang sesuai adalah
pembiayaan syariah. Langakah pertama yaitu melepaskan nelayan dari
pembiayaan yang merugikannya dengan cara memberikan pembiayaan dengan
model qardh, dan jika sudah terlepas dan menginginkan pembiayaan yang lebih
maka pembiayaan yang dapat diberikan sesuai dengan permasalahannya. Jika
permasalahan dikarenakan faktor teknik maka model pembiayaan yang dapat
diberikan adalah ijarah dan murabahah. Jika permasalahan dikarenakan faktor
kultural maka model pembiayaan yang diberikan adalah Qardh. Permasalahan
dikarenakan faktor alamiah maka model pembiayaan yang dapat diberikan
adalah qardh pendidikan dan salam. Jika permasalahan dikarenakan faktor
pengadaan infrastruktur maka model pembiayaan yang dapat diberikan adalah
kebijkan melalui sukuk.
PENDAHULUAN
LATAR Belakang
Sektor perikanan memiliki arti penting dalam mendukung rantai ketahanan
pangan, dimana kebutuhan protein dunia dapat dipenuhi oleh sumber daya
perikanan, baik dari perikanan tangkap mau pun budidaya (KKP, 2013).
Perikanan skala kecil memberikan kontribusi lebih dari setengah laut di dunia,
yang hampir semua diperuntukkan secara langsung untuk konsumsi manusia.
Sub-sektor ini mempekerjakan lebih dari 90% dari 35 juta nelayan tangkap dunia
dan mata pencaharian sekitar 357 juta orang secara tidak langsung dipengaruhi
oleh perikanan skala kecil (Patiung, 2015). Dengan melihat peranan perikanan
skala kecil, maka FAO (Food and Agriculture Organization) yang mendapat
dukungan dari KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan) menjadikan perikanan
skala kecil sebagai isu yang penting saat ini dengan membentuk FAO Technical
Consultation on International Guidelines for Securing Sustainable Small Scale
Fisheries in the Context of Food Security and Poverty Eradication.
Pedoman perlindungan ini berpihak pada nelayan skala kecil dan
masyarakat pesisir karena diakui bahwa peningkatan perikanan skala kecil
sebagai kontributor utama untuk pengentasan kemiskinan dan ketahanan
pangan (FAO, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa perikanan skala kecil memang
membutuhkan perhatian yang lebih untuk perbaikan kualitas dan tentunya untuk
perbaikan kesejahteraan masyarakat nelayan yang menjadi aktor dalam
pengelolaan hasil perikanan skala kecil tersebut. Disisi lain berdasakan kategori
pekerjaan nelayan sering disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok
masyarakat miskin lainnya (the poorest of the poor) (Adibah, 2010).
Based on data from the World Bank on poverty, Berdasarkan data World
Bank mengenai kemiskinan, bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total
penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Badan
Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan berbeda dari Bank dunia,
mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 34,96 juta orang (15,42
persen). Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan
ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS. Sebagian besar (63,47 persen) penduduk
miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan (BPS, 2008). Serta
fenomena pembiayaan yang selama ini nelayan akses yang justru merugikannya
seperti dalam penelitian Adiba (2010) Permasalahan pada pembiayaan yang
dialami nelayan tradisional di pantai Grajagan, kabupaten Banyuwangi.
Nelayan skala kecil juga dihadapkan pada banyak masalah agar mereka
dapat survive untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mulai dari
rendahnya harga jual hasil ikan tangkapan, lemahnya posisi tawar dengan para
pemilik modal, rendahnya kualitas SDM, rendahnya penguasaan teknologi, dan
maraknya praktek illegal fishing adalah gambaran ketidakadilan sistem perikanan
dan kelautan. Sementara itu, para nelayan selaku garda terdepan pemanfaatan
potensi perikanan, yang didominasi oleh 94% nelayan tradisional, selalu menjadi
“pihak yang kalah” karena dihadapkan pada ketidakadilan sistem yang
cenderung memihak pada ”pihak yang kuat” Untuk itu, suka atau tidak suka
nelayan perlu tambahan modal dari pihak lain. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian (Kusumastanto, 2002).
Nelayan secara sadar sangat membutuhkan peran tengkulak maupun
rentenir, sebagai suatu sistem sosial, yang pada akhirnya menjerat mereka
sendiri untuk tetap terperangkap dalam kondisi kemiskinan berkelanjutan. Sistem
ini sudah begitu melembaga pada masyarakat nelayan. Persoalan keterbatasan
modal, pengetahuan, keahlian, penggunaan teknologi alat tangkap dan
overfishing seringkali dinyatakan sebagai penyebab kemiskinan atau rendahnya
peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan (Imron, 2011). Modal menjadi
faktor pembatas optimasi usaha yang dilakukan oleh nelayan, hal ini senada
yang diungkapkan dalam penelitian Retnowati (2011) Dari sisi ekonomi hasil
tangkapan nelayan masih jauh dari memadahi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
PEMBIAYAAN SYARIAH
Distribution of funds in Islamic banks for customer financing consists of four
categories, namely:
1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubung dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (tranfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan
waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut :
(a) Pembiayaan Murabahah
(b) Pembiayaan Salam
(c) Pembiayaan Istishna
2. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya
prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tetapi perbedaanya terletak
pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang,
pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
3. Prinsip Bagi Hasil
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah
sebagai berikut:
(a) Pembiayaan Musyarakah
(b) Pembiayaan Mudharabah
4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga
akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
tetapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
Pengertian Nelayan Skala Kecil
Nelayan dapat didefinisikan sabagai orang atau komunitas orang yang
secara keseluruhan atau sebagai dari hidupnya tergantung dari kegiatan
menangkap ikan. Beberapa kelompok nelayan memiliki beberapa perbedaan
dalam karakteristik sosial dan kependudukannya. Perbedaan tersebut dapat
dilihat pada kelompok umur, pendiddikan, status sosial, dan kepercayaan. Dalam
satu kelompok nelayan juga sering ditemukan perbedaan kohesi internal, dalam
pengertian hubungan diantara sesama nelayan maupun di dalam hubungan
bermasyarakat Townsley (1998). Pengertian Etika Pinjam Meminjam Dalam Islam
Menurut Adhiba (2010) Rasulullah SAW banyak memberikan petunjuk
mengenai etika pinjam meminjam dalam Islam, diantaranya sebagai berikut:
1. Prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran, dalam Islam kejujuran
merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah bersabda:
“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib,
kecuali ia menjelaskan aibnya”. ( HR.al-Quzwani)
2. Kesadaran tentang signifikasi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut
Islam tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya,
tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai
implikasi sosial kegiatan bisnis.
3. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi mudharat yang dapat mergikan
dan merusak kehidupan individu dan sosial.
4. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya
5. Memberikan tenggang waktu apabila yang mempunyai hutang belum
mampu membayar.
Berdasakan fenomena-fenomena pembiayaan nelayan skala kecil di
kelurahan Untia dimana nelayan untuk memenuhi kebutuhan akan modalnya
mereka mengambil pinjaman dari berbagai tempat seperti koperasi, rentenir,
warung, dan juga tetangga/sanak saudara. Dalam penelitian ini, menganalisis
fenomena-fenomena pembiayaan di kelurahan Untia dengan melihat berbagai
aspek seperti : jaminan, jangka waktu pembayaran, bunga pinjaman serta bentuk
pinjaman. 
Pelaksanaan etika pinjam meminjam dan Solusi Pembiayaan Nelayan
Berdasarkan hasil analisis, fenomena-fenomena pembiayaan di kelurahan Untia
pada masyarakat nelayan skala kecil, dapat dikatakan masih banyak yang
melanggar etika meminjam dalam Islam, berikut pelaksanaan pelanggaran etika
pinjam meminjam dan solusi pembiayaan untuk nelayan.
1. Nelayan di kelurahan Untia meminjam untuk usahanya di rentenir, koperasi
dan warung. Mereka tidak memberikan tenggang waktu apabila nelayan
belum mampu membayar pinjaman, serta jaminan atas pinjaman tersebut
akan disita tanpa melihat apa penyebab mereka tidak dapat menbayar
pinjaman tersebut.
2. Bisnis yang dilaksanakan harus bersih dari unsur riba. Riba dalam Islam
tidak diperkenankan, sebagai yang dijabarkan dalam ayat dan al-Qur’an
diantaranya sebagai adalah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil...(an-Anisa :29)
Dalam praktik peminjaman yang dilakukan nelayan di kelurahan Untia, setiap
pinjaman dikenakan tambahan.
3. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut
Islam tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya,
tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai
implikasi sosial kegiatan bisnis.
4. Segera melunasi pinjaman yang menjadi kewajibannya. Sesuai dengan etika
bisnis Islam, para nelayan seharusnya segera melunasi pinjaman, tetapi
karena keadaan ekonomi mereka tidak bisa memenuhinya.
5. Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelahan
antara kedua belah pihak (sama-sama rela). Dalam hal ini pengambilan
pinjaman di warung misalnya nelayan meminjam dalam bentuk barang,
pemilik warung menentukan harga dari barang yang dipinjam nelayan
namun harga barang tersebut lebih mahal dari harga normalnya. 
Model Lembaga Keuangan Syariah Untuk Solusi Kesesuaian Permasalahan
Nelayan Skala Kecil
Berangkat dari fenomena-fenomena permasalahan pembiayaan nelayan
yang selama ini mereka akses yang justru merugikannya Adiba (2010) dan
Harianto (2014). Serta berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi nelayan
skala kecil di keluahan Untia, dengan demikian peran lembaga keuangan syariah
menjadi sangatlah penting melalui berbagai pembiayaan yang diberikan, dianggap.paling sesuai dengan permasalahan yang dihadapi nelayan skala kecil. Langka pertama yang dapat dilakukan adalah melepaskan nelayan dari pembiayaan yang justru merugikannya yaitu dengan dengan cara memberikannya model pembiayaan syariah yaitu qardh. Model pembiayaan qordh ini merupakan bentuk pinjaman tanpa bunga dalam bentuk pinjaman tunai (cash advanced) nelayan tesebut dapat mengambil kapan saja sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Kalaupun dalam batas waktu belum mampu membayar maka bisa diputihkan.Tentunya dalam hal ini pihak lembaga keuangan syariah harus memastikan bahwa nelayan tersebut memang sudah berusaha dan benar-benar tidak mampu atau ada musibah lain dan bukan kesengajaan.
Model pembiayaan yang dapat diberikan untuk ini adalah pembiayaan
Qard. Qard merupakan bentuk pembiayaan tanpa bunga, pembiayaan ini berasal
dari zakat, sedekah, infak dimana mereka dapat mengembalikan modal sesuai
dengan batas waktu yang telah disepakati. Kalaupun dalam batas waktu belum
mampu membayar atau bahkan tidak dapat membayar maka bisa diputihkan.
Tentunya dalam hal ini pihak lembaga keuangan harus memastikan bahwa
nelayan tersebut memang telah berusaha dan benar-benar tidak mampu atau
ada musibah lain dan bukan kesengajanya. Kedua, jika tejadi karena musim
panceklik seperti ombak besar, musim hujan dimana nelayan pada saat itu
benar-benar tidak memperoleh pendapatan sama-sekali maka akad/model
pembiayaan syariah yang seharusnya diberikan kepada nelayan adalah model
pembiyaan salam.
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan
belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara
pembayaran dilakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara
nasabah bertindal sebagai penjual. Dengan demikian lembaga keuangan
meminta nelayan untuk membuat barang yang sesuai dengan keahlian mereka,
misalnya saja membuat alat tangkap (misalnya jaring) kemudian hasilnya dijual
kepada lembaga keuangan syariah. Hal ini akan lebih mudah apabila lembaga
keuangan syariah juga memiliki usaha untuk memenuhi kebutuhan nelayan atau
telah memiliki jaringan dengan pedagang alat tangkap nelayan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENANAMAN BIBIT MANGROVE

agrokompleks dan praktek lapang mahasiswa STIP YAPI BONE di Bulukumba